
(Image by Mydramalist.com).
Kapanlagi.com – Genre coming of age telah lama menjadi favorit karena menggambarkan proses tumbuh dewasa yang penuh konflik, pencarian jati diri, dan pengalaman emosional yang kuat. Cerita-cerita ini mencerminkan tantangan dan perubahan yang dialami saat memasuki masa remaja hingga dewasa awal.
Tak hanya dari Hollywood, sejumlah film Asia coming of age juga berhasil mencuri perhatian dunia dengan sentuhan budaya lokal, narasi yang menyentuh, dan karakter-karakter yang relatable.
Dari Jepang hingga India, Asia memiliki jajaran film coming of age terbaru yang menawarkan kisah inspiratif, penuh makna, dan menyentuh emosi. Jika kamu sedang mencari tontonan yang menggugah hati, berikut deretan film coming of age Asia yang wajib kamu tonton tahun ini. Dilansir oleh KapanLagi.com dari berbagai sumber, Rabu (30/4/2025).
Advertisement
1. Film Jepang I Wish: Ketika Harapan Anak-Anak Menjadi Penggerak Cerita
I Wish (Image by Mydramalist.com).
Film I Wish (2011) membawa kita menyelami dunia dua saudara, Koichi dan Ryunosuke, yang berusaha menyatukan kembali keluarga mereka setelah perceraian orang tua. Disutradarai oleh Hirokazu Koreeda, film ini mengangkat perspektif anak-anak dengan penuh kelembutan dan realisme.
Koreeda dikenal sebagai sineas yang kerap menggambarkan kehidupan keluarga Jepang dengan pendekatan humanis. Dalam I Wish, ia tidak hanya fokus pada konflik keluarga, tetapi juga harapan dan kepercayaan anak-anak akan keajaiban. �Saya ingin membuat film yang bisa dilihat dari mata seorang anak, bukan tentang mereka saja,� ujar Koreeda dalam wawancaranya bersama BFI.
Film ini menyampaikan pesan bahwa impian anak-anak, sesederhana apapun, bisa menjadi kekuatan yang menggerakkan. Dengan latar budaya Jepang yang kuat dan nuansa emosional yang mendalam, I Wish adalah gambaran sempurna dari genre coming of age.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
2. Mary is Happy, Mary is Happy: Potret Absurd dan Puitis Masa Remaja di Thailand
Mary is Happy, Mary is Happy (Image by Mydramalist.com).
Mary is Happy, Mary is Happy (2013) adalah salah satu film paling eksperimental dari Thailand yang berani menampilkan absurditas masa remaja. Disutradarai oleh Nawapol Thamrongrattanarit, film ini diadaptasi dari 410 tweet dari akun Twitter @marylony, menjadikannya unik baik dari segi struktur maupun konten.
Mary dan sahabatnya, Suri, tengah menyusun buku tahunan menjelang kelulusan. Di tengah proyek tersebut, mereka mengalami hal-hal aneh, mulai dari kejatuhan kamera hingga kehilangan arah hidup. �Saya ingin menunjukkan bahwa menjadi remaja tidak selalu logis, tapi selalu emosional,� kata Nawapol kepada The Hollywood Reporter.
Dengan gaya sinematik yang surealis dan naskah penuh ironi, film ini berhasil merepresentasikan kecemasan dan keanehan masa remaja. Penonton diajak tertawa, tertegun, bahkan merenung lewat kisah yang personal namun terasa universal.
Advertisement
3. House of Hummingbird: Potret Sunyi Kehidupan Remaja Korea di Tengah Gejolak Sosial
House of Hummingbird (Image by Mydramalist.com).
House of Hummingbird (2018) menggambarkan kehidupan seorang gadis 14 tahun bernama Eun Hee yang tumbuh di Seoul pada tahun 1994. Film ini membawa penonton ke dalam perasaan sunyi dan tekanan yang dirasakan Eun Hee dalam lingkungan keluarga yang keras dan sistem pendidikan yang menuntut.
Disutradarai oleh Kim Bora dan berdasarkan pengalaman pribadinya, film ini menghadirkan narasi yang intim dan menyentuh. Eun Hee merasa kesepian meski berada di tengah hiruk-pikuk kota. Perkenalannya dengan seorang guru perempuan menjadi titik balik dalam hidupnya. �Saya ingin mengabadikan suara-suara kecil yang sering diabaikan,� kata Kim dalam wawancara dengan Variety.
Film ini berhasil merebut hati penonton dunia dan memenangkan Grand Prix di Berlinale. Kombinasi emosi remaja dan latar sejarah Korea menjadikan House of Hummingbird sebagai salah satu film coming of age paling kuat dari Asia.
4. Better Days: Ketika Persahabatan dan Keteguhan Hati Diuji dalam Sistem yang Keras
Better Days (Image by Mydramalist.com).
Better Days (2019) adalah film asal China yang memperlihatkan kerasnya kehidupan remaja di tengah tekanan akademik dan kekerasan sekolah. Chen Nian, siswi yang dibully, bertemu dengan Xiao Bei, anak jalanan yang kemudian menjadi pelindungnya.
Disutradarai oleh Derek Tsang, film ini merupakan adaptasi dari novel In His Youth, In Her Beauty karya Jiu Yuexi. Better Days bukan sekadar drama romantis remaja, tapi juga kritik sosial yang tajam terhadap sistem pendidikan dan kurangnya perlindungan terhadap siswa. �Kami ingin memperlihatkan betapa sistem yang keras dapat menghancurkan mental remaja,� ujar Tsang kepada SCMP.
Film ini meraih berbagai penghargaan dan dinominasikan di Oscar 2021 untuk kategori Best International Feature Film. Dengan sinematografi gelap dan akting emosional, Better Days adalah film yang tak mudah dilupakan.
5. The Last Film Show: Cinta Masa Kecil terhadap Sinema dalam Latar Pedesaan India
The Last Film Show (Image by Youtube.com).
The Last Film Show (2021) adalah surat cinta untuk dunia sinema yang dikemas melalui lensa seorang bocah desa bernama Samay. Tinggal di Gujarat, India, hidup Samay berubah saat ayahnya membawanya ke bioskop untuk pertama kali.
Film ini adalah karya semi-otobiografi dari sutradara Pan Nalin. �Di bioskop itulah Samay terpesona oleh cahaya, suara, dan cerita yang ditampilkan di layar lebar,� ujar Pan dalam wawancara dengan IndieWire. Ketertarikan itu membuat Samay ingin menciptakan proyektor sendiri, bersama teman-teman kecilnya.
Film ini tidak hanya menyentuh soal mimpi masa kecil, tapi juga menunjukkan bagaimana akses terhadap seni bisa mengubah masa depan seseorang. Masuk dalam shortlist Oscar 2023, The Last Film Show adalah bukti kuat bahwa mimpi besar bisa lahir dari tempat paling sederhana.
6. Not Friends: Surat Cinta untuk Sinema dari Sudut Pandang Anak Muda
Not Friends (Image by Mydramalist.com).
Not Friends (2023) adalah film Thailand yang unik karena membahas hubungan antarteman pasca kematian. Film ini menyoroti Pae, murid pindahan yang membuat film pendek tentang mendiang teman sekelasnya, Joe, yang semasa hidupnya justru ia abaikan.
Sutradara Atta Hemwadee menyisipkan banyak referensi film, terutama dari Christopher Nolan. �Film ini bukan hanya tentang pertemanan, tapi juga tentang bagaimana kita ingin dikenang,� ucap Atta dalam sesi press conference GDH 559. Cerita ini mencuat karena membahas bagaimana sinema menjadi alat untuk mengungkapkan emosi terpendam.
Dengan alur tak terduga dan gaya sinematik yang kaya referensi, Not Friends adalah film coming of age yang mengajak penonton merenungi eksistensi dan arti hubungan manusia.
7. Fleet of Time: Memori Manis dan Pahit Masa Remaja yang Membekas
Fleet of Time (Image by Mydramalist.com).
Fleet of Time (2019) adalah film Thailand yang menyoroti nostalgia dan kenangan manis masa sekolah. Cerita dimulai saat Win mengenang masa remajanya di tahun 1999, penuh dengan tawa, kesedihan, dan persahabatan sejati.
Film ini menggambarkan dinamika masa remaja secara jujur. Penonton diajak melihat bagaimana peristiwa-peristiwa kecil, seperti dihukum bersama teman atau jatuh cinta pertama kali, bisa meninggalkan kesan mendalam. �Saya ingin mengajak penonton untuk merasakan kembali bagaimana rasanya menjadi muda dan penuh harapan,� kata sutradara dalam wawancara lokal Thailand.
Dengan latar waktu yang membangkitkan nostalgia, Fleet of Time menjadi pilihan tepat bagi kamu yang ingin kembali mengingat masa-masa remaja yang sederhana namun bermakna.
8. I Told Sunset About You: Pencarian Jati Diri dan Cinta di Tengah Pertarungan Batin
I Told Sunset About You (Image by Mydramalist.com).
I Told Sunset About You (2020) adalah drama Thailand yang mengangkat tema pencarian identitas seksual dua remaja laki-laki SMA. Dibintangi oleh Putthipong Assaratanakul dan Krit Amnuaydechkorn, serial ini penuh dengan emosi dan pergolakan batin.
Dikenal dengan visual sinematik dan penceritaan yang puitis, drama ini tak hanya menyoroti romansa, tetapi juga perjuangan mengenal diri sendiri. �Ini bukan tentang siapa yang mereka cintai, tapi tentang bagaimana mereka menemukan keberanian untuk mencintai dirinya sendiri,� ujar produser Nadao Bangkok kepada Bangkok Post.
Meski mengangkat tema kontroversial, serial ini mendapatkan sambutan hangat dan bahkan menjadi simbol representasi LGBTQ+ yang positif di Asia. Tak heran jika banyak remaja di berbagai negara merasa relate dengan kisah Teh dan Oh-aew ini.
9. Kenapa Film Coming of Age Asia Makin Dilirik Dunia?
Film Asia bertema coming of age kini semakin banyak mendapat tempat di hati penonton internasional. Tak hanya karena keunikan budayanya, tetapi juga karena kekuatan cerita dan emosi yang disampaikan.
Beberapa faktor yang membuat film-film ini menonjol:
-
Narasi personal yang menggambarkan kegelisahan remaja secara jujur.
-
Pengangkatan isu sosial dan identitas yang relevan secara global.
-
Kualitas sinematografi dan penyutradaraan yang semakin diakui secara internasional.
Dengan pendekatan yang autentik dan emosional, film-film ini berhasil membangun empati lintas budaya. Bukan hanya hiburan, tapi juga refleksi atas masa muda yang membentuk siapa kita sekarang.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)